“Ketik aku sedang shalat bersama Rasulullah, tiba-tiba salah satu lelaki di antara para makmum bersin. Aku pun mengatakan, ‘Yarhamukallah (semoga Allah merahmatimu). Kemudian seluruh orang yang shalat melirik kepadaku. Aku berkata kepada mereka, ‘Apa urusan kalian melihatku?’”
Kalimat di atas merupakan penuturan salah satu sahabat Nabi yang baru masuk Islam. Disebutkan di dalam buku Membentuk Kepribadian Muslim Berdasarkan Al-Qur’an dan Sunnah karya Muhammad ‘Ali Hasyimi, laki-laki ini bernama Muawiyah bin Al-Hakam As-Salami.
“Kemudian,” lanjut Muawiyah bin Al-Hakam As-Salami, “mereka memukulkan tangan ke paha mereka sebagai isyarat agar aku diam. Ketika mereka mendiamkanku, aku pun terdiam.”
Kejadian itu membuat para sahabat ketakutan. Terlebih lagi yang dialami Muawiyah. Saking takutnya, ia mengira Nabi akan marah besar karena tindakannya menjawab orang yang bersin dengan mendoakan dalam keadaan shalat.
“Ketika Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menyelesaikan shalat, ayah dan ibuku yang menjadi tebusannya, aku tidak pernah melihat sebelumnya seorang guru sebaik beliau dalam menyampaikan ajarannya.” lanjut Muawiyah.
Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tidak marah. Nabi justru melakukan tindakan mengagumkan kepada sahabatnya yang melakukan pelanggaran berupa membaca doa selain shalat di dalam shalat.
“Demi Allah,” kata Muawiyah melanjutkan, “beliau tidak memaksaku, tidak memukulku, dan tidak mengolok-olokku. Beliau bersabda, ‘Di dalam shalat tidak dibenarkan berbicara perkataan-perkataan manusia, melainkan harus bertasbih, bertakbir, dan membaca ayat-ayat Al-Qur’an.”
Setelah hatinya sejuk dan lapang karena tidak dimarahi, Muawiyah menyampaikan pengakuan kepada Nabi Muhamamd yang mulia.
“Wahai Rasulullah,” katanya, “sesungguhnya aku baru saja lepas dari masa jahiliyah. Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menghadirkan Islam kepada kami.”
Hadits agung ini diriwayatkan oleh Imam Muslim Rahimahullahu Ta’ala. Di dalamnya terdapat teladan mengagumkan bagi seorang guru, ustadz, kiyai, dai, dan orang tua.
Mengajar adalah amalan mentransfer hikmah. Agar yang belajar dan mengajar lebih baik, lebih dekat dengan Allah Ta’ala. Karenanya, pelajaran pun harus disampaikan dengan cara hikmah. Karena hikmah itulah yang bersesuaian dengan hati sehingga mengubah dan menggerakkan.
Maka sebaik-baik pengajaran ialah yang disampaikan oleh Nabi kepada para sahabatnya, kemudian dilanjutkan oleh generasi pewarisnya.
Sumber: kisahikmah.com