Kecantikan dan kekayaan yang pernah disombongkan Aini (31/bukan nama sebenarnya), saat sehat tiada yang berarti lagi. Betapa tidak, meski sakitnya baru tujuh bulan, tubuhnya nyaris bagai tengkorak.
Tubuhnya hanya dapat terbaring di atas ranjang. Tak ada gerakan yang terlihat, kecuali tatapan mata yang kadang menerawang kosong.
Beberapa dokter yang di undang untuk mengobatinya pun tidak habis piker mengapa sakitnya begitu cepat meningkat. Berbagai obat yang diberikan solah tak berarti.
Kian hari penyakit yang dideritanya bertambah parah. Nauzubillah, akhirnya ia di vonis terkena kanker mulut rahim. Kondisi itu tentu membuat keluarga itu bingung, tak tahu harus menepuh usaha apa lagi agar Aini bisa sembuh.
“Warga juga tidak mau menengoknya, paling-paling hanya kerabat dekatnya yang dating,” cerita Laela, tentangganya.
Pada suatu malam, di puncak penderitaannya, Aini menjerit kesakitan. Jeritan itu begitu menyayat hingga mengepung seluruh ruangan di rumahnya. Nauzubillah, rupanya wanita itu sedang sekarat. “aduh….aduh,” erangnya.
“Allah, Allah…” hanya kata itu yang mencoba dibisikan suamo dan keluarganya.
Tetapi, seakan tuli dengan bisikan ‘Allah’ itu, Aini semakin melonjak-lonjak kesakitan. Kejadian it uterus berulang berkali-kali, hingga menjelang pagi suara Aini melemah dan terdiam.
“Inna lillahi wa inna ilaihi raaji’uun,” wanita itu pun mengembuskan napasnya yang terakhir.
Disambut PetirKabar duka pun menyebar, anggotanya keluarganya terkumpul dan pelayat pun akhirnya berdatangan, jenazah pun akhirnya diurus. Setelah jenazah usai dishalati, kerandanya diangkat untuk dibawa ke tempat pemakaman.
Tak lama kemudian, jenazah sampai di tempat pemakaman. Aneh, tiba-tiba awan hitam menutupi langit disertai sambaran halilintar yang keras, angin berembus kencang, dan kilat menyambar-nyambar.
Sontak warga pun panic. Mau tidak mau, proses pemakaman pun dipercepat. Dengan segera jenazah Aini dikeluarkan dari dalam keranda.
Astagfirullah, begitu jenazah akan dimasukkan ke dalam liang kubur, mendadak dari dasar liang kubur itu mancar air berwarna hitam dan menebar bau busuk.
“Ya Allah !!!” teriak para pengubur seraya melempar jenazah Aini dari atas. Tanpa diazani terlebih dahulu warga secara cepat menguruk jenazah Aini.
“Aneh pokoknya, ya busuk ya sempit. Kakinya itu dipaksa ditekuk, kurang panjang lubanganya,” sambung Sumiati membenarkan kejadian itu.
Lagi-lagi keanehan tak berhenti. Cuaca semakin buruk, hujan deras mengguyur. Warga pun memutuskan langsung pulang tanpa membacakan doa untuk jenazah.
“Aneh ya, ane!” begitu mereka berkasak-kusuk.
Rentenir dan Kikir
Kejadian aneh itu seamkin menguatkan keyakinan warga bahwa [erbuatan almahrumah memang kurang baik. Mereka mengaitkannya dengan profesinya sebagai rentenir.
Kejadian aneh itu seamkin menguatkan keyakinan warga bahwa [erbuatan almahrumah memang kurang baik. Mereka mengaitkannya dengan profesinya sebagai rentenir.
Sebagaimana dituturkan Sumaiyah, warga lainnya, Aini memang kaya tapi amat kikir. Sebagai rentenir, Aini tidak takut berbuat kejam.
“Kalau tidak bias bayar tepat waktu, barang kita pasti sita. Bunganya mencekik, separo lebih, utang seratus ribu rupiah saja bias kehilangan sawah atau took”, Katanya.
Bahkan, lanjut Sumaiyah, karena patokan bunga yang tinggi itu, ada seorang tetangga yang masih menanggung untaung meski Aini telah meninggal. Utang itu lalu ditaih oleh suaminya.
“Ada yang pinjam 6 juta rupiah, bungannya bisa sampai 500Ribu perbulan karena nunggak bayar utangnya,” urainya.
Lebih gila, lanjut Sumaiyah, uang pokok utangnya utuh. Jika tidak dilunasi, bias-bisa menumpuk menjadi 50 Juta rupiah.
“Pokoknya kejam, termasuk saya korbannya,” pungkas Sumiyati mengakhiri kisahnya.
Sumber: kaskus.co.id